29.3.12

ASUHAN KEPERAWATAN OVER HIDRASI


ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN
SISTEM CAIRAN DAN IMUN : OVER HIDRASI

A.    DEFINISI
Suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan volume cairan ekstrasel khususnya intravaskuler (volume overload) melebihi kemampuan tubuh mengeluarkan air melalui ginjal, saluran instestinal, kulit. Keadaan ini lebih dipermuda denagn adanya gangguan pada otot jantung (gagal jantung kongestif) atau pada gangguan fungsi ginjal berat (penyakit ginjal kronik stadium IV dan V pada gagal ginjal kronik).

B.    ETIOLOGI
1.    Kelebihan pemberian cairan IV
2.    Fungsi ginjal abnormal
3.    Retensi natrium dan air
4.    Perpindahan cairan interstisial ke plasma

C.    MANIFESTASI KLINIS
Secara umum, penambahan berat badan adalah petunjuk terbaik dari kelebihan volume ECF, karena beberapa cairan dapat saja sudah tertimbun, sedangkan edema belum nyata terlihat.
Tanda dan gejala
  1. Distensi vena jugularis
  2. Peningkatan tekanan darah
  3. Denyut nadi kuat
  4. Asites
  5. Efusi pleura
  6. Edema perifer dan periorbita
  7. Edema paru akut (jika berat)
  8. Dispnea
  9. Ronki basah diseluruh lapangan paru
  10. Penambahan berat badan secara cepat




D.   PATOFISIOLOGI
Edema adalah penumpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema dapat terokalisir (seperti pada inflamasi setempat dan obstruksi) atau generalisata (seluruh tubuh ). Sehingga cairan interstisial tertimbun pada hamper semua jaringan tubuh. Pada keadaan lain penyebab edema selalu berkaitan dengan perubahan kekuatan pada hokum starling yang mengatur ditribusi cairan antara kapiler dan ruangan interstisial. Dengan demikian edema dapat timbul karena tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat, tekanan osmotic kolat yang menurun, permeabilitas kapiler yang meningkat, atau destruksi aliran limfatik.
Timbulnya edema generalisata menunjukkan adanya gangguan pada pengaturan normal dari ECF. Tiga keadaan yang paling sering mengakibatkan edema generalisata adalah : gagal jantung kongestif, sirais hati, dan sindrom nefrotik. Masing-masing gangguan ini dicirikan oleh setidak-tidaknya salah satu dari daya kapiler starling diatas, serta retensi natrium dan air oleh jantung. Retensi natrium oleh ginjal yang menyebabkan edema terjadi melalui satu atau dua mekanisme utama : Respon terhadap berkurangnya volume sirkulasi efektif atau disfungsi ginjal primer.
Volume sirkulasi efektif adalah suatu istilah yang tidak dapat diukur yang mengacu pada cairan intra vaskuler yang efektif berperfusi pada jaringan. Umumnya besar volume ini berbanding lurus dengan curah jantung. Oleh karena itu, jika curah jantung menurun, ginjal akan menahan natrium dan air dalam usahanya untuk memulihkan volume sirkulasi. Penurunan dari volume sirkulasi efektif dianggap merupakan mekanisme yang bertanggung jawab atas retensi oleh ginjal pada gagal jantung kongestif, sirosus hati dan sindrom nefrotik. Pada keadaan-keadaan tersebut, e observasi diduga merupakan akibat rangsangan system saraf simpatik dan system rennin-angiotensin-aldosteron. Dengan kata lain, ginjal bertindak seakan-akan terjadi kekurangan volume cairan ECF yang sesungguhnya dan menahan natrium dan air meskipun terjadi penumpukan cairan yang banyak pada ruangan interstisial.
Beberapa dengan mekanisme edema-edema diatas, edema yang terjadi pada gagal ginjal lanjut merupakan akibat kerusakan internal dari fungsi ekskresi ginjal. Keadaan lain yang disertai kelebihan ECF adalah sindrom cushing atau terapi kortikosteroid dimana terjadi peningkatan aktivitas aldosteron. Kelaparan yang mengakibatkan hipoprotenemia dapat juga menyebabkan edema. Akhirnya, pemberian larutan garam intravena secara cepat juga dapat mengakibatkan hipervolemia.




 

 
 



 













 E.    KOMPLIKASI
1.    Edema paru akut
2.    Gagal jantung kongestif
3.    Sirosis hati

F.    PENATALAKSANAAN
Ø  Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mengatasi masalah pencetus dan mengembalikan CES pada normal. Tindakan dapat meliputi hal berikut :
1.   Pembatasan natrium dan air
2.   Diuretik
3.   Dialisis atau hemofiltrasi arterivena kontinu
Ø  Penatalaksanaan Keperawatan
Usaha-usaha yang dilakukan perawat dalam penanganan kelebihan volume cairan, yaitu :
1.  Meletakkan pasien pada posisi fowler tinggi
2.  Pembatasan asupan natrium dalam diet
3.  Pemasangan torniket yang berpindah-pindah untuk menahan cairan pada ekstremitas
4.  Memantau dengan seksama kecepatan cairan intra vena
5.  Tirah baring

G.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
1.    Hematokrit : Penurunan karena hemodilusi
2.    BUN : meingkat pada gagal ginjal
3.    Nilai gas darah arteri (GDA) : dapat menunjukkan hipoksemia (penurunan pa O2) dan alkalosis (peningkatan PH dan penurunan pa CO2) pada adanya edema pulmoner
4.    Natrium dan osmolalitas serum : akan menurun bila terjadi hipervolemia sebagai akibat dari kelebihan retensi air (missal pada gagal ginjal kronis).
5.    Natrium urine : peningkatan bila ginjal untuk mengekskresikan kelebihan natrium.
6.    Berat jenis urine : Menurun bila ginjal berupaya untuk mengekskresikan kelebihan volume.
7.    Foto roentgen dada : Dapat menunjukkan tanda kongesti vaskuler pilmoner.


H.   FOKUS  PENGKAJIAN
1.  Tanda dan gejala : Sesak nafa, dispnea
2.  Pengkajian fisik : edema, peningkatan berat badan, peningkatan TD (penurunan TD saat jantung gagal), nadi kuat, asites, krekles (rales), ronki, mengi, distensi vena leher, kulit lembab, takikordia, irama galop.
3.  Pengukuran hemodinamik : peningkatan (VP, TAP, dan TAR)
4.  Riwayat dan factor resiko
-   Retensi natrium dan air : gagal jantung, sirosis, sindrom nefrotik, kelebihan pemberian glukokarkosteroid.
Fungsi ginjal abnormal : gagal ginjal akut atau kronis dengan oliguria.
-   Kelebihan pemberian cairan IV.
-   Perpindahan cairan interstisial ke plasma : Remobilitasi cairan setelah pengobatan luka baker, kelebihan larutan hipertonik (missal manitol, salin hipertonik) atau larutan onkotik kolid (missal albunin).


I.     FOKUS INTERVENSI
1. Kurang kebutuhan O2 berhubungan dengan kurangnya supaly O2
Tujuan : kebutuhan O2 terpenuhi
Kriteria hasil :   a. Sesak nafas berkurang
                        b. Supaly O2 meningkat
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
Rasionalisasi: memberikan informasi tentang derajat keadeknatan perfus jaringan, menbantu menentukan kebutuhan intervensi
b. Tinggikan kepala sesuai toleransi
Rasionalisasi : menaikkan ekspansi paru, memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan sirkulasi.
c. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan lingkungan tubuh yang hangat.
       Rasionalisasi : vasokontriksi menurunkan sirkulasi perifer.
d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasionalisasi : Memaksimalkan tramsport oksigen ke jaringan
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit : berlebih berhubungan dengan intake yang berlebih
Tujuan : cairan dan elektrolit kembali seimbang
Kriteria hasil : Tak adanya manifestasi kelebihan volume cairan intervensi.
a. Pantau : - timbang berat badan setiap hari
 - Masukan dan keluaran setiap 8 jam
 - Hasil elektrolit serum
 - Tanda vital setiap 4 jam
 - Status umum (apendiks F) setiap 8 jam
Rasionalisasi : untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
b. Lakukan terapi yang ditentukan untuk mengatasi retensi cairan :
-   Diet natrium dibatasi
-   Masukan cairan dibatasi
-   Terapi diuretikRasionalisasi
Rasionalisasi : Natrium menahan air, dieuratik membantu membuang kelebihan air tubuh.
c. Beri tahu dokter bila retensi menetap atau memburuk (edema, rales, vena leher distensi, penambahan berat badan setiap hari, natrium serum rendah)
Rasionalisasi : Temuan-temuan ini menandakan kebutuhan terhadap tes lanjut untuk mengesampingkan penyebab retensi cairan lainnya.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : - Tidak mengalami tanda mal nutrisi
    - Nafsu makan meningkat
    - Menunjukkan perilaku mempertahankan berat badan
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasionalisasi : Mengidentifikasi defisiensi, menuga kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
Rasionalisasi : Menganalisis masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
c. Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasionalisasi : makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
d. Observasi mual dan muntah
Rasionalisasi : Gejala gastrointestinal dapat menunjukkan efek hipoksia pada organ.
e. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasionalisasi : menbantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketdakseimbangan suplay O2.
Tujuan : Pasien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda-tanda fisiologis intoleransi, menunjukkan nadi dan pernafasan normal.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien untuk melakukan aktivitas
Rasinalisasi : Mempengaruhi pilihan intervensi / latihan.
b. Kaji tekanan darah, pernafasan, nadi selama dan sesudah aktifitas
Rasionalisasi : Manifestasi cardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
c. Ciptakan lingkungan yang aman dna nyaman.
Rasionalisasi : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen dan menurunkan tegangan paru ke jantung.
d. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan control adanya pusing
Rasionalisasi : Hipotensi pastural / hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing dan beresiko cedera.
e. Berikan bantuan dalam aktivitas atau ambulasi bila perlu.
Rasionalisasi : Membantu bila perlu.

ASUHAN KEPERAWATAN PEMFIGUS



A.DEFINISI
          Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan. Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina).
Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut, idung, tenggorokan, dan genital . Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit dan membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune disorder” yaitu system imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaksi yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis (akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui.

B.ETIOLOGI
          Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang dapat didefinisikan antara lain:
1. Faktor genetik
2. Umur Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun.      
    Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody   
    sang ibu.
3. Disease association pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang
    lain,biasanya myasthenia gravis dan thymoma.




C. MANIFESTASI KLINIK
          Sebagian besar pasien pada mulanya ditemukan dengan lesi oral yang tampak sebagai erosi yang bentuk ireguler terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuhnya lambat. Bulla pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah-daerah erosi yang lebar serta nyeri yang disertai dengan pembentukan kusta dan perembesan cairan.
         Bau yang menusuk dan khas akan memancar dari bulla dan serum yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang minimal akan terjadi pembentukan lepuh atau pengelupasan kulit yang normal (tanda Nicolsky) kulit yang erosi sembuh dengan lambat sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena sangat luas , superinfeksi bakteri sering yang terjadi. Komplikasi yang sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan terapi imunosupresif, pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Bakteri kulit mudah mencapai bula karena bula mengalami perembesan cairan, pacah dan meninggalkan daerah terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit karena kehilangan cairan serta protein ketika bula mengalami rupture. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalu proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas .

D.KOMPLIKASI
1. Secondary infection Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local
    pada kulit. Mungkin terjadi karena penggunaan immunosupresant dan adanya
    multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat penyembuhan luka dan
    meningkatkan resiko timbulnya scar.
2. Malignansi dari penggunaan imunosupresif biasanya ditemukan pada pasien yang
    mendapat terapi immunosupresif.
3. Growth retardation,ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan
     kortikosteroid.
4. Supresi sumsum tulang Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant.
    Insiden leukemia dan lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif
    jangka lama.
5. OsteoporosisTerjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Erosi kulit yang luas, kehilangan
    cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan menyebabkan gangguan
    keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium klorida ini   
    merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit
    dan harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim
    dijumpai kalau proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas.

E. EVALUASI DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan visual oleh dermatologis
2. Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bulla dan membuat apusan untuk diperiksa di
    bawah mikroskop atau pemeriksaan immunofluoresent.
3. Tzank test, apusan dari dasar bulla yang menunjukkan akantolisis
4. Nikolsky’s sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan terjadi  
    pembentukan lepuh dan pengelupasan kulit.

F. PENATALAKSANAAN
1. MEDIK
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan penyakit secepat mungkin, mencegah infeksi sekunder dan meningkatkan pembentukan tulang epitel kulit (pembaharuan jaringan epitel). Kortikosteroid diberikan dengan dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga kulit dari bulla. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus, terapi kortikosteroid harus dipertahankankan seumur hidup penderitanya.Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera sesudah makan dan dapat disertai dengan pemberian antacid sebagai profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang penting pada penatalaksanaan terapeutik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar glukosa darah dan keseimbangan darah setiap hari . Preparat imunosupresif (azatioprin, ziklofosfamid, emas) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran ktikosteroid. Plasmaferesis (pertukaran plasma). Secara temporer akan menurunkan kadar antibody serum dan pernah dihasilkan keberhasilan yang bervariasi sekalipun tindakan ini dilakukan untuk kasus yang mengancam jiwa pasien.

2. KEPERAWATAN
- Melakukan perawatan kulit.
- Menjaga kebersihan diri.
- Menjaga keseimbangan cairan tubuh

G. PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)Nama, umur, jenis kelamin, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penanggung jawab, dll.
2. Riwayat pasien sekarang, pada umumnya penderita pemfigus vulgaris biasanya dirawat di rumah sakit pada suatu saat sewaktu terjadi pada suatu saat sewaktu terjadi eksaserbasi, perawat segera mendapatkan bahwa pemfigus vulgaris bisa menjadi penyebab ketidakmampuan bermakna. Gangguan kenyamanan yang konstan dan stress yang dialami pasien serta bau lesi yang amis.
3. Riwayat penyakit terdahulu, haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan system integument maupun penyakit sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular, herediter.
4. Pemeriksaan fisik, pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk membrane mukosa, kulit kepala dan kuku. Kulit merupakan cermin dari kesehatan seseorang secara menyeluruh dan perubahan yang terjadi pada kulit umumnya berhubungan dengan penyakit pada system organ lain. Inspeksi dan palpasi merupakan prosedur utama yang digunakan dalam memeriksa kulit. Lesi kulit merupakan karakteristik yang paling menonjol pada kelainan dermatologic. Pada pasien pemfigus vulgaris muncul bulla yaitu suatu lesi yang berbatas jelas, mengandung cairan, biasanya lebih dari 5 mm dalam diameter, dengan struktur anatomis bulat. Inspeksi keadaan dan penyebaran bulla atau lepuhan pada kulit. Sebagian besar pasien dengan pemfigus vulgaris ditemukan lesi oral yang tampak tererosi yang bentuknya ireguler dan terasa sangat nyeri, mudah berdarah, dan sembuhnya lambat. Daerah-daerah tempat kesembuhan sudah terjadi dapat memperlihatkan tanda-tanda hiperpigmentasi. Vaskularitas, elastisitas, kelembapan kulit, dan hidrasi harus benar-benar diperhatikan. Perhatian khusus diberikan untuk mengkaji tanda-tanda infeksi.
5. Pengkajian psikologis, dimana pasien dengan tingkat kesadaran menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat di dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku emosi yang labil, iritabel, apatis, kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya. Data social yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang terdekat dan lainnya, kemampuan berkomunikasi dan perannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami penyakit pemfigus vulgaris.
6. Data/pangkajian spiritualDiperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ketuhanan yang diyakininya.
7. Pemeriksaan diagnostico Nikolsky’s signo Skin lesion biopsy (Tzank test)o Biopsy dengan immunofluorescene
8. Penatalaksanaan umum Kortikosteroido Preparat imunosupres (azatioprin, siklofosfamid, emas)

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa KeperawatanBerdasarkan data-data hasil pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan pasien mencakup:
1. Nyeri pada rongga mulut berhubungan dengan rangsangan ujung-ujung saraf karena pembentukan bulla dan erosi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bulla dan daerah kulit yang terbuka (terkelupas)
3. Ansietas dan kemampuan koping tidak efektif berhubungan dengan penampilan kulit dan tidak ada harapan untuk kesembuhan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan keadaan dan penampilan kulit.
5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan  cairan dan protein akibat bulla ruptur
6. Resiko infeksi dan sepsis berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit

I. INTERVENSI dan IMPLEMENTASI
1. Kaji nyeri
2. Tehnik manajemen nyeri
3. Perawatan kulit.
4. Beri input cairan yang adekuat
5. Beri support mental
6. Ciptakan lingkungan yang nyaman.