26.6.13

Kisi-kisi uas kep komunitas 1213

1.   Memperoleh informasi mengenahi masalah kesehatan pd masyarakat serta dapat mengambil tindakan ( aspek fisik, psikologis, sosio ekonomi dan spiritual )
2. Data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang diraskan oleh individu, keluarga, dan  
    Komunitas yang diungkapkan secara langsung melalui lisan

3.   Data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya.                  

4.   Data yang dikumpulkan dari individu, keluarga, kelompok dan komunitas berdasarkan hasil pemeriksaan atau pengkajian


5. Kemampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yg dimiliki shg dpt diketahui ttg kesenjangan atau masalah yang dihadapi masyarakat

6.  Tujuan dari analisa data

7. Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan perlu mepertimbangkan berbagai faktor

8. Dalam merumuskan tujuan harus memenuhi kriteria
         
9.   Rencana keperawatan yang akan disusun harus mencakup

10. Langkah-langkah dalam menyusun rencana tindakan keperawatan

11. Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan

12.  Individu,keluarga,kelompok dan masyarakat tindak menujukan perubahan kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru.
13. Peran dan fungsi perawat dalam kesehatan masyarakat
14. Tujuan jangka panjang
15. Tujuan jangka pendek
16. Intervensi/rencana tindakan keperawatan

24.6.13

Kisi2 soal UAS kdm2 1213



1.      Pergerakan larutan

2.      Input cairan normal

3.  Kelebihan kadar Potesium
4. Faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
5. Proses oksigenasi yang terjadi dalam tubuh :
6. Tujuan pemberian terapi oksigen
7. Ventilasi
8. Yang perlu diperiksa saat pemeriksaan serum elektrolit,
 9.  Alkalosis
10. Terapi Oksigenasi diberikan kepada pasien
11. Faktor yang mempengaruhi tetesan infus
12. Lingkup diagnosa keperawatan pada pasien yang mengalami perubahan volume cairan
13.Memasukan darah lengkap atau komponen darah kedalam tubuh melalui vena
14.  reaksi transfusi darah
15.Cairan tubuh dikatakan seimbang apabila
16. Cairan dapat dikonsumsi pasien dengan cara
17. Gejala-gejala yang timbul dari hipoksia adalah
18. Manfaat oksigen bagi tubuh
19. Kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi   
       oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen di tingkat sel
 20. Tanda Klinis pasien dengan gangguan oksigenasi
   II. SOAL ESSAY
21. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien yang mengalami gangguan cairan dan elektrolit.
22. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen.
23. intervensi keperawatan untuk pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen
24. batasan nilai normal pernafasan
            25. tanda dehidrasi

17.4.13

KISI-KISI UTS KEP KOMUNITAS SMT 4 1213



Peran dan fungsi perawat dalam perawatan kesehatan komunitas
Pencegahan Prevensi Primer

Metode pengumpulan data
Tujuan khusus keperawatan komunitas 
Kelompok khusus
Ruang lingkup kegiatan perawatan komunitas
Tingkatan pelayanan  kesehatan komunitas
Ciri khas keperawatan Masyarakat / Komunitas 
Prinsip kesehatan komunitas
Membuat tabel telly beserta judul tabelnya
Klasifikasi Data Subyektif dan Obyektif
Membuat  analisa

14.4.13

KISI - KISI UTS KDM II 1213


            21. contoh kehilangan peran sosial
            22. Diam mematung dan mencari pendapat lain, merupakan tingkah laku yag muncul pada tahap
            23. Faktor – faktor yang mempengaruhi respon terhadap kehilangan
24    – 28 Posisi tidur
29. Mobilitas
30. Faktor – faktor yang mempengaruhi mobilitas,
31. Jenis – jenis Imobilitas
32    Diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik
      33. Postur tubuh dapat menunjukkan
       34. Kelainan postur
35. Hak-hak asasi pasien menjelang ajal
      36.  Persiapan alat untuk pasien menjelang ajal
      37.   Penyakit terminal
      38.    Aspek – aspek yang mempengaruhi kesiapan seseorang menghadapi kematian
      39.  Pengkajian sistem tubuh yang dilakukan pada pasien terminal
      40. Diagnosa keperawatan pada pasien terminal

1.        faktor yang Mempengaruhi Body aligment / postur tubuh.
2.        Ciri-Ciri / Tanda-tanda Klien menjelang ajal.
3.        Intervensi keperawatan pada pasien/ keluarga  yang terjadi pada pasien terminal.
4.        Intervensi keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan aktifitas / mobilitas.
5.        Posisi trendelenbreg

17.1.13

DIC (DISSEMINATED INTRAVASKULAR COAGULATION)



A.    PENGERTIAN
DIC merupakan suatu keadaan unik yang ditandai oleh pembentukan emboli multiple diseluruh mikrovaskular. DIC dikarateristikan oleh akselerasi proses koagulasi dimana thrombosis dan hemoragi terjadi secara simultan (Handayani,2008:126).
DIC merupakan suatu keadaan dimana system koagulasi dan atau fibrinotik teraktivasi secara sistematik, menyebabkan koagulasi intravaskuler luas dan melebihi mekanisme antikoagulan alamiah.KID merupakan kejadian antara yang disebabkan oleh kelainan yang jelas dengan patofisiologi dan manisfestasi klinis yang berfariasi. (Sukrisman , 2006:767).

B.     ETIOLOGI / PENYEBAB
Infeksi bakteri, terutama septikemia, memegang peranan penting dalam terjadinya DIC, baik itu infeksi gram positif atau gram negatif. Selain itu infeksi virus dan parasit juga dapat memicu terjadinya DIC. Faktor-faktor yang berhubungan dengan DIC pada pasien dengan infeksi biasanya berkaitan spesifik dengan komponen membran sel mikroorganisme tersebut. Sebagaimana kita tahu, bakteri memiliki endotoksin dan eksotoksin yang menyebabkan inflamasi, jika inflamasinya sudah sangat berat dan sistemik, akan mengaktivasi sitokin-sitokin proinflamatori.
 Trauma berat juga merupakan kondisi klinis lain yang sering menyebabkan DIC. Pada trauma berat akan terjadi pelepasan materi jaringan dalam jumlah besar ke aliran pembuluh darah. Pelepasan ini berbarengan dengan hemolisis dan kerusakan endotel sehingga akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam jumlah besar kemudian mengakivasi pembekuan darah secara sistemik.
Perdarahan ini terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
1.      hipofibrinogenemia
2.      trombositopenia
3.      beredarnya anti koagulan dalam sirkulasi darah
4.      fibrinolisis berlebihan
Penyakit-penyakit yang menjadi presdiposisi DIC adalah sebagai berikut :
1.      Infeksi(demam berdarah Dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia).
2.      Komplikasi kehamilan(solusio plasenta, kematian janin intraunterin, emboli cairan amnion)
3.       Setelah operasi (operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi,spleknetomi).
4.      Keganasan (karsinoma prostat, karsinoma paru, dan leukemia akut).
(Handayani,2008:126)


C.    MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang sering timbulpada klien DIC adalah sebagai berikut :
1.      Perdarahan dari tempat-tempat fungsi, luka, dan membrane mukosa pada klien      dengan syok, komplikasi persalinan, sepsis / kanker.
2.      Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum.
3.      Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna.
4.      Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan.
5.      Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal.
(Handayani,2008:126)

D.    KOMPLIKASI
Bekuan yang banyak terbentuk akan menyebabkan hambatan aliran darah disemua organ tubuh. Dapat terjadi kegagalan organ yang luas.Seperti: gagal ginjal akut,koma,gagal nafas akut,dan iskemia.

E.     PATOFISIOLOGI
Patofisiologi 1: Consumptive Coagulopathy
Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan darah secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen fibrin bebas yang terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah kecurigaan ke DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah, sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan.

Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan untuk dikenali dan ditatalaksana.

Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin secara terus-menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Jadi sistem-sistem yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan perdarahan. Sepintas nampak membingungkan, namun karena penatalaksanaan DIC relatif suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka tulisan ini akan membahas lebih dalam tentang patofisiologi DIC.

Patofisiologi 2: Depresi Prokoagulan
DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah penyebab utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.

Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai pembentukan trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear.

Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-faktor pembekuan darah dapat melipat gandakan pembentukan trombin dan ikut andil dalam membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal organ.

Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen pembentuk protein C akan menyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC.

Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan.

Patofisiologi 3: Defek Fibrinolisis
Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun pada keadaan bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian.
 

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Diagnostik laboratorium
Gambaran hasil pemeriksan laboratorium pada KID sangat bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh penyakit yang mendasarinya. Leukositosis sering ditemukan, granulositopenia juga dapat terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang belakang untuk mengimbangi kerusakan neutrofil. Trombositopenia.
2.      Pemeriksaan hemostatis yang secara rutin dapat dilakukan adalah: masa protrombin(PT) masa tromboplastin parsial teraktivasi(aPPT), D-dimen antitrombin-III, fibrinogen dan masa protombin.
3.      Pemeriksaan fragmen protombin 1+2, fibrinogen degradation product (FDP). Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipofibrigenemia, peningkatan produk hasil degradasi fibrin, trombositopenia, dan waktu protombin yang memanjang.
4.      Pemeriksaan Laju Endap Darah
laju endap darah bukan dinyatakan tinggi / rendah tapi cepat atau lambat. Kasarnya kecepatan darah itu mengendap dalam 1 jam (mm/jam) kalau  lebih cepat mengendap berarti eritrosit atau sel darah merahnya sedikit, atau ukuran eritrositnya besar dibandingkan orang normal, laju endap darah normalnya 1 -15 mm/jam.
                                                                               (Karamel, 2001 :559)

G. PENATALAKSANAAN
1.      Keperawatan
a.       Anjurkan klien untuk melakukan tirah baring
b.      Melakukan pemeriksaan fisik pada klien
c.       Mengatur suhu ruangan dan tempat tidur klien.
d.      Mengobservasi TTV.
2.      Medis
Penatalaksaan yang dilakukan pada klien dengan DIC adalah sebagai berikut :
a.       Mengobati penyakit dasar. Dengan membaiknya penyakit yang dasar komplikasi patologik sebagai timbulnya DIC akan hilang, dan dengan sendirinya diharapkan DIC juga akan hilang.
b.      Tindakan pendukung seperti oksigen suplemen dan cairan IV untuk mempertahannkan tekanan darah.
c.       Terapi heparin (dapat diberikan 200 U/kg BB IV tiap 4-6 jam.
d.      Terapi pengganti (darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang keluar , tranfusi trombosit, dan plasma beku segar untuk mengontrol perdarahan.
e.       Obat penghambat fibrinolitik (amicar) yang memblok akumulasi produk degradasi fibrin dan harus diberikan setelah terapi heparin dapat diberikan plasma yang mengandung faktor VII, sel darah merah, dan trombosit.
f.       Pengobatan suportif, yaitu mempertahankan hemodinamik, tekanan darah, membebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran gas, menjaga keseibangan asam basa dan elektrolit.           
 ( Handayani,2008:127)

H.       FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian data dasar
1.      Kaji adanya faktor-faktor predisposisi
a.       Septikemia
b.      Komplikasi obstetrik
c.       Sindrom distres pernafasan dewasa / ARDS
d.      Luka bakar berat dan luas
e.       Neoplasia
f.       Gigitan ular dan trauma
g.      Penyakit hepar
h.      Bedah kardiopulmonal
2.      Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan hal-hal dibawah ini;
a.       Perdarahan
·         Hematuria
·         Rembesan darah dari sisi fungsi vena dan luka
·         Epitaksis
·         Perdarahan GI tract(hematemesis melena)
b.      Kerusakan perfusi jaringan
·         Serebral: perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, atau sakit kepala.
·         Ginjal: penurunan pengeluaran urin.
·         Paru-paru: dispnea, ortopnea.
·         kulit: akrosianosis (ketidakteraturan bentuk bercak sianosis pada lengan perifer / kaki).
3.      Pemeriksaan diagnostik
a.       Jumlah trombosis rendah
b.      PT dan PTT
c.       Degradasi produk fibrin meningkat
d.      Kadar fibrinogen plasma darah rendah.  
e.       Laju endap darah
 ( Hariwibowo, 2008;128)

I.      FOKUS INTERVENSI
1.      Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit
Tujuan             : Menurunkan suhu tubuh
Kriteria Hasil   : Suhu tubuh menurun secara perlahan 
Intervensi:
a.       Pantau suhu tubuh (derajat dan pola), perhatikan menggigi/diaforosis.
Rasional : untuk mengidentivikasi kondisi suhu pasien.
b.      Pantau suhu lingkungan, batasi, tambah linen tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : untuk menghangatkan tubuh pasien agar stabil keadaan suhu tubuh pasien.
c.       Berikan selimut pendingin dan kompres hangat.
Rasional : untuk menurunkan suhu tubuh pasien.
d.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik (aspirin, asemtaminofen (Tylenol)
Rasional : untuk melebarkan jalan nafas pasien sehingga pasien dapat bernafas dengan lega.
2.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
Tujuan             : Mencegah terjadinya infeksi
Kriteria Hasil   : Sistem imun meningkat sehingga tidak terjadi infeksi
Intervensi:
a.       Anjurkan istirahat yang cukup
Rasional : mempercepat penyembuhan
b.      Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Rasional : untuk menghindari inkubasi kuman
c.       Batasi penggunaan alat / prosedur invasive jika memungkinkan
Rasional : untuk mengurangi terjadinya inos
d.      Gunakan sarung tangan / pakai kain steril pada waktu perawatan
Rasional : untuk mencegah  penularan atau kontak langsung dengan pasien      
e.       Buang balutan/bahan yang kotor dalam kantong ganda
Rasional : menjaga kebersihan dalam melakukan tindakan keperawatan.
3.      Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran darah.
Tujuan             : perfusi jaringan yang adekuat          
Kriteri hasil     : tidak ada manifestasi syok
Intervensi:
a.       Pantau pemeriksaan laboratorium.
Rasional : membantu memastikan diagnose yang akan muncul.
b.      Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktivitas perawatan
Rasional : agar aliran darah tetap lancer dan tidak terganggu.
c.       Pantau tekanan darah, catat perkembangan hipotensi,frekuensi dan irama jantung
Rasional : untuk mengetahui perkembangan keadan klien.
d.      Perhatikan kualitas / kekuatan dari denyut perifer
Rasional : mengetahui kekuatan aliran darah dalam tubuh.
e.       Kaji kulit terhadap perubahan warna, suhu kelembaban
Rasional : mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi ringan / berat.
f.        Catat pemasukan dan pengeluaran urin setiap jam dan berat jenisnya,
Rasional : mengetahui keseimbangan cairan yang masuk dan keluar.
g.      Evaluasi kaki dan tangan bagian bawah untuk pembengkakan jaringan
Rasional : mengetahui adanya edema akibat penumpukan cairan.
h.      Catat efek obat-obatan, dan pantau tanda-tanda keracunan lokal, eritema
Rasional : mencegah bila ada tanda-tanda keracunan local.
i.        Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan pariteral.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh.
4.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.
Tujuan             : menjaga keseimbangan cairan
Kriteria Hasil   : Kebutuhan volume cairan terpenuhi
Intervensi        :
a.       Pantau nilai laboratorium
Rasional : untuk mengetahui perkembangan kesehatan klien.
b.      Pantau tekanan darah dan denyut jantung
Rasional : transfortasi darah dan oksigen ke dalam tubuh lancer.
c.       Amati edema dependen / perifer pada sacrum, skurutum, punggung kaki
Rasional : mengetahui adanya penumpukan cairan.
d.      Catat / ukur pemasukan pengeluaran urin dan berat jenisnya
Rasional : mengetahui keseimbangan cairan yang masuk dan keluar.
e.        Kaji membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus
Rasional : mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi / kekurangan cairan.
f.        Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV
Rasional : untuk mempertahankan dan memberikan keseimbangan cairan pasien yang hilang.
DAFTAR PUSTAKA

Norman K, 2004 “Alternatif pengobatan untuk koagulasi intravascular diseminata”
Ners. Wiwik handayani S.Kep. dan dr.Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.
Tambunan. L.Karamel. 2001. Buku ajar Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta: FKUI
http://nerstauby.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-sepsis.html www.google.com