A. PENGERTIAN
DIC merupakan suatu
keadaan unik yang ditandai oleh pembentukan emboli multiple diseluruh
mikrovaskular. DIC dikarateristikan oleh akselerasi proses koagulasi dimana
thrombosis dan hemoragi terjadi secara simultan (Handayani,2008:126).
DIC merupakan suatu
keadaan dimana system koagulasi dan atau fibrinotik teraktivasi secara
sistematik, menyebabkan koagulasi intravaskuler luas dan melebihi mekanisme
antikoagulan alamiah.KID merupakan kejadian antara yang disebabkan oleh
kelainan yang jelas dengan patofisiologi dan manisfestasi klinis yang
berfariasi. (Sukrisman , 2006:767).
B. ETIOLOGI / PENYEBAB
Infeksi
bakteri, terutama septikemia, memegang peranan penting dalam terjadinya DIC,
baik itu infeksi gram positif atau gram negatif. Selain itu infeksi virus dan parasit
juga dapat memicu terjadinya DIC. Faktor-faktor yang berhubungan dengan DIC
pada pasien dengan infeksi biasanya berkaitan spesifik dengan komponen membran
sel mikroorganisme tersebut. Sebagaimana kita tahu, bakteri memiliki endotoksin
dan eksotoksin yang menyebabkan inflamasi, jika inflamasinya sudah sangat berat
dan sistemik, akan mengaktivasi sitokin-sitokin proinflamatori.
Trauma
berat juga merupakan kondisi klinis lain yang sering menyebabkan DIC. Pada
trauma berat akan terjadi pelepasan materi jaringan dalam jumlah besar ke
aliran pembuluh darah. Pelepasan ini berbarengan dengan hemolisis dan kerusakan
endotel sehingga akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam jumlah
besar kemudian mengakivasi pembekuan darah secara sistemik.
Perdarahan ini terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
1.
hipofibrinogenemia
2.
trombositopenia
3.
beredarnya anti koagulan dalam sirkulasi darah
4.
fibrinolisis berlebihan
Penyakit-penyakit yang menjadi presdiposisi DIC adalah sebagai berikut :
1.
Infeksi(demam berdarah Dengue, sepsis, meningitis,
pneumonia berat, malaria tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia).
2.
Komplikasi kehamilan(solusio plasenta, kematian janin
intraunterin, emboli cairan amnion)
3.
Setelah operasi
(operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi,spleknetomi).
4.
Keganasan (karsinoma prostat, karsinoma paru, dan
leukemia akut).
(Handayani,2008:126)
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang sering
timbulpada klien DIC adalah sebagai berikut :
1.
Perdarahan dari tempat-tempat fungsi, luka, dan
membrane mukosa pada klien dengan
syok, komplikasi persalinan, sepsis / kanker.
2.
Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus
serebrum.
3.
Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran
cerna.
4.
Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan
oksigenasi jaringan.
5.
Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat
menurunnya perfusi ginjal.
(Handayani,2008:126)
D. KOMPLIKASI
Bekuan yang banyak
terbentuk akan menyebabkan hambatan aliran darah disemua organ tubuh. Dapat
terjadi kegagalan organ yang luas.Seperti: gagal ginjal akut,koma,gagal nafas
akut,dan iskemia.
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi 1: Consumptive Coagulopathy
Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika
terdapat aktivasi sistem pembekuan darah secara sistemik. Trombosit yang
menurun terus-menerus, komponen fibrin bebas yang terus berkurang, disertai
tanda-tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah kecurigaan ke DIC.
Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi pembekuan darah,
terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah, sehingga menyebabkan
trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang mengarah pada kegagalan fungsi
berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan platelet tersebut, akan terjadi
komplikasi perdarahan.
Karena
terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem
fibrinolitik yang menyebabkan
terjadi bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat
pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan perdarahan.
Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam
waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan untuk dikenali dan
ditatalaksana.
Pengendapan
fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup kompleks. Jalur utamanya
terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin dengan perantara faktor
pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya
pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin
secara terus-menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi
sistem fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya
endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Jadi sistem-sistem yang tidak
berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor
fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC
dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan perdarahan.
Sepintas nampak membingungkan, namun karena penatalaksanaan DIC relatif
suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka tulisan ini akan
membahas lebih dalam tentang patofisiologi DIC.
Patofisiologi
2: Depresi Prokoagulan
DIC
terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah penyebab
utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan
darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis
start jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati)
kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir
terbentuknya trombin sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.
Pembentukan
trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya bakteremia
atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor koagulasi yang
relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai pembentukan
trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan
darah sangat dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur
ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam
pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel
mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga mengungkapkan
bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear.
Kelainan
fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-faktor
pembekuan darah dapat melipat gandakan pembentukan trombin dan ikut andil dalam
membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun
di plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi
pada pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang
dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal.
Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC berhubungan dengan peningkatan
mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang rendah juga diduga berperan
sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal organ.
Berkaitan
dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem
protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini
disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari
sel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan
interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen pembentuk
protein C akan menyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga
bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah
menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas
DIC.
Selain
antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang memang
berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa ini
dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok
pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri),
sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang
sekali kita kenal dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI
rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari
angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas akibat infeksi dan inflamasi
sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa
yang mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan bahan
pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan.
Patofisiologi
3: Defek Fibrinolisis
Pada
keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan
berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun
pada keadaan bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan
Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang umum,
kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan
aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan
terus menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya
DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe adenokasrsinoma
(mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih
ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi
tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan
menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat
menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Diagnostik laboratorium
Gambaran hasil pemeriksan laboratorium pada KID sangat
bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh penyakit yang mendasarinya. Leukositosis
sering ditemukan, granulositopenia juga dapat terjadi akibat ketidakmampuan
sumsum tulang belakang untuk mengimbangi kerusakan neutrofil. Trombositopenia.
2.
Pemeriksaan hemostatis yang secara rutin dapat
dilakukan adalah: masa protrombin(PT) masa tromboplastin parsial
teraktivasi(aPPT), D-dimen antitrombin-III, fibrinogen dan masa protombin.
3.
Pemeriksaan fragmen protombin 1+2, fibrinogen
degradation product (FDP). Hasil pemeriksaan darah menunjukkan
hipofibrigenemia, peningkatan produk hasil degradasi fibrin, trombositopenia,
dan waktu protombin yang memanjang.
4.
Pemeriksaan Laju Endap Darah
laju endap darah bukan dinyatakan tinggi / rendah tapi cepat
atau lambat. Kasarnya kecepatan darah itu mengendap dalam 1 jam (mm/jam)
kalau lebih cepat mengendap berarti
eritrosit atau sel darah merahnya sedikit, atau ukuran eritrositnya besar
dibandingkan orang normal, laju endap darah normalnya 1 -15 mm/jam.
(Karamel, 2001 :559)
G. PENATALAKSANAAN
1.
Keperawatan
a.
Anjurkan klien untuk melakukan tirah baring
b.
Melakukan pemeriksaan fisik pada klien
c.
Mengatur suhu ruangan dan tempat tidur klien.
d.
Mengobservasi TTV.
2.
Medis
Penatalaksaan
yang dilakukan pada klien dengan DIC adalah sebagai berikut :
a.
Mengobati penyakit dasar. Dengan membaiknya penyakit
yang dasar komplikasi patologik sebagai timbulnya DIC akan hilang, dan dengan
sendirinya diharapkan DIC juga akan hilang.
b.
Tindakan pendukung seperti oksigen suplemen dan cairan
IV untuk mempertahannkan tekanan darah.
c.
Terapi heparin (dapat diberikan 200 U/kg BB IV tiap 4-6
jam.
d.
Terapi pengganti (darah atau PRC diberikan untuk
mengganti darah yang keluar , tranfusi trombosit, dan plasma beku segar untuk
mengontrol perdarahan.
e.
Obat penghambat fibrinolitik (amicar) yang memblok
akumulasi produk degradasi fibrin dan harus diberikan setelah terapi heparin dapat
diberikan plasma yang mengandung faktor VII, sel darah merah, dan trombosit.
f.
Pengobatan suportif, yaitu mempertahankan hemodinamik,
tekanan darah, membebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran gas, menjaga
keseibangan asam basa dan elektrolit.
( Handayani,2008:127)
H. FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian
data dasar
1.
Kaji adanya
faktor-faktor predisposisi
a.
Septikemia
b.
Komplikasi
obstetrik
c.
Sindrom
distres pernafasan dewasa / ARDS
d.
Luka bakar
berat dan luas
e.
Neoplasia
f.
Gigitan ular
dan trauma
g.
Penyakit
hepar
h.
Bedah
kardiopulmonal
2. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan
hal-hal dibawah ini;
a. Perdarahan
·
Hematuria
·
Rembesan
darah dari sisi fungsi vena dan luka
·
Epitaksis
·
Perdarahan
GI tract(hematemesis melena)
b. Kerusakan perfusi jaringan
·
Serebral:
perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, atau sakit kepala.
·
Ginjal:
penurunan pengeluaran urin.
·
Paru-paru:
dispnea, ortopnea.
·
kulit: akrosianosis (ketidakteraturan bentuk
bercak sianosis pada lengan perifer / kaki).
3.
Pemeriksaan diagnostik
a.
Jumlah trombosis rendah
b.
PT dan PTT
c.
Degradasi produk fibrin meningkat
d.
Kadar fibrinogen plasma darah rendah.
e.
Laju endap darah
( Hariwibowo, 2008;128)
I. FOKUS INTERVENSI
1.
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat
metabolisme penyakit
Tujuan
: Menurunkan suhu tubuh
Kriteria
Hasil : Suhu tubuh menurun secara
perlahan
Intervensi:
a.
Pantau suhu tubuh (derajat dan pola), perhatikan
menggigi/diaforosis.
Rasional : untuk mengidentivikasi
kondisi suhu pasien.
b.
Pantau suhu lingkungan, batasi, tambah linen tempat
tidur sesuai indikasi
Rasional : untuk menghangatkan tubuh
pasien agar stabil keadaan suhu tubuh pasien.
c.
Berikan selimut pendingin dan kompres hangat.
Rasional : untuk menurunkan suhu
tubuh pasien.
d.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik
(aspirin, asemtaminofen (Tylenol)
Rasional : untuk melebarkan jalan nafas pasien sehingga pasien dapat bernafas
dengan lega.
2.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan
sistem imun
Tujuan
: Mencegah terjadinya infeksi
Kriteria
Hasil : Sistem imun meningkat sehingga
tidak terjadi infeksi
Intervensi:
a.
Anjurkan istirahat yang cukup
Rasional : mempercepat penyembuhan
b.
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Rasional : untuk menghindari inkubasi
kuman
c.
Batasi penggunaan alat / prosedur invasive jika
memungkinkan
Rasional : untuk mengurangi
terjadinya inos
d.
Gunakan sarung tangan / pakai kain steril pada waktu
perawatan
Rasional : untuk mencegah penularan atau kontak langsung dengan pasien
e.
Buang balutan/bahan yang kotor dalam kantong ganda
Rasional : menjaga kebersihan dalam
melakukan tindakan keperawatan.
3.
Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan reduksi aliran darah.
Tujuan
: perfusi jaringan yang
adekuat
Kriteri
hasil : tidak ada manifestasi syok
Intervensi:
a.
Pantau pemeriksaan laboratorium.
Rasional : membantu memastikan
diagnose yang akan muncul.
b.
Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktivitas
perawatan
Rasional : agar aliran darah tetap
lancer dan tidak terganggu.
c.
Pantau tekanan darah, catat perkembangan
hipotensi,frekuensi dan irama jantung
Rasional : untuk mengetahui
perkembangan keadan klien.
d.
Perhatikan kualitas / kekuatan dari denyut perifer
Rasional : mengetahui kekuatan aliran
darah dalam tubuh.
e.
Kaji kulit terhadap perubahan warna, suhu kelembaban
Rasional : mengetahui adanya
tanda-tanda dehidrasi ringan / berat.
f.
Catat pemasukan
dan pengeluaran urin setiap jam dan berat jenisnya,
Rasional : mengetahui keseimbangan
cairan yang masuk dan keluar.
g.
Evaluasi kaki dan tangan bagian bawah untuk pembengkakan
jaringan
Rasional : mengetahui adanya edema
akibat penumpukan cairan.
h.
Catat efek obat-obatan, dan pantau tanda-tanda
keracunan lokal, eritema
Rasional : mencegah bila ada
tanda-tanda keracunan local.
i.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan
pariteral.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan
cairan tubuh.
4.
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.
Tujuan : menjaga keseimbangan cairan
Kriteria
Hasil : Kebutuhan volume cairan
terpenuhi
Intervensi :
a.
Pantau nilai laboratorium
Rasional : untuk mengetahui
perkembangan kesehatan klien.
b.
Pantau tekanan darah dan denyut jantung
Rasional : transfortasi darah dan oksigen
ke dalam tubuh lancer.
c.
Amati edema dependen / perifer pada sacrum, skurutum,
punggung kaki
Rasional : mengetahui adanya
penumpukan cairan.
d.
Catat / ukur pemasukan pengeluaran urin dan berat
jenisnya
Rasional : mengetahui keseimbangan
cairan yang masuk dan keluar.
e.
Kaji membrane mukosa,
turgor kulit dan rasa haus
Rasional : mengetahui adanya
tanda-tanda dehidrasi / kekurangan cairan.
f.
Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian cairan IV
Rasional : untuk mempertahankan dan
memberikan keseimbangan cairan pasien yang hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Norman K, 2004 “Alternatif
pengobatan untuk koagulasi intravascular diseminata”
Ners. Wiwik handayani S.Kep.
dan dr.Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.
Tambunan. L.Karamel. 2001. Buku ajar Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta: FKUI
http://nerstauby.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-sepsis.html www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar