4.4.12

ASUHAN KEPERAWATAN AIDS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM IMUNOLOGI: AIDS


A.    Definisi
    Aids berarti sindrom defisiensi imun yang didapat. Ini disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). Rute satu-satunya yang teridentifikasi dari transmisi melalui darah dan semen yang terkontaminasi oleh HIV. Transmisi dapat dilakukan melalui kontak sexsual, pemajanan pada darah terkontaminasi dan produk darah (tranfusi, penggunaan jarum bersama secara illegal terhadap obat IV, pungsi jarum tak disengaja, robekan area kulit yang terpajan langsung pada terkontaminasi), dan dari wanita hamil. (Engram,1998: 679)
CDC merekomendasikan bahwa diagnosis AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi oportunisis, dimana orang tersebut mengalami penurunan imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibody positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progosif, “wasting sindrom” atau sarcoma Kaposi (SK) pada pasien berusia kurang dari 60 tahun, kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks invasive)/ diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (mis. TB). (DOENGES, 2001:833)

B.    Etiologi
Aids disebabkan infeksi human immunodeficiency virus (HIV)

C.    Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi oportunisil, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4
1.            Infeksi Retroviral Akut
Frekuensi gejala infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatosplenomegali, nyeri tenggorok, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leucopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neurology seperti meningitis aseptic, sindrom Guillain-Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2.            Masa Asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period)
3.            Masa Gejala Dini
Pada masa ini jumlah CD4 berkisar antara 100-300. gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bacterial, kandidosis vagina, sariawan, herpes zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkolusis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex (ARC)
4.            Masa Gejala Lanjut
Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. penurunan daya tahan yang lanjut ini menyebabkan resiko tinggi terjadinya infeksi oportunistik berat atau keganasan.

D.   Patofisiologi
Setelah HIV masuk tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu (serupa infeksi mononucleosis), disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe. Pada tubuh timbul respons imun humoral maupun selular. Sindrom ini akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Kadar virus yang tinggi dalam darah dapat diturunkan oleh sistemimun tubuh. Proses ini berlangsung berminggu-minggu sampai terjadi keseimbangan antara pembentukan virus baru dan upaya eliminasi oleh respons imun. Titik keseimbangan disebut set point dan amat penting karena menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Bila tinggi, perjalanan penyakit menuju acquired immunodeficiency syndrome (sindrom defisiensi imun yang didapat, AIDS) akan berlangsung lebih cepat.
Serokonversi (perubahan antibody negative menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi, tetapi pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan. Kemudian pasien akan memasuki masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap jumlah CD4 (jumlah normal 800-1.000) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA virus relative konstan. CD4 adalah reseptor pada limfosit T4 yang menjadi target sel utama HIV. Mula-mula punurunan jumlah CD4 sekitar 30-60/tahun, tapi pada 2 tahun terakhir penurunan jumlah menjadi cepat, 50-100/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV sampai masa AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4 akan mencapai dibawah 200. (Mansyur, 2001:573-574)
E.    Pemeriksaan Penunjang
1.    JDL: anemia dan trombositopenia idiopatik
2.    DSP: leucopenia mungkin ada; pergeseran diferensial ke kiri menunjukkan proses infeksi (PCP); bergeser ke kanan dapat terlihat. Pada infeksi tertentu, jumlah sel-T rendah, atau tumor sel-T, tak ada pergeseran juga dapat terjadi.
3.    Panel anergi: anergi kutaneus (kurang reaktivitas pada antigen dimana pasien telah mengetahuinya) adalah indicator yang umum ditemukan pada depresi sel imunitas humoral.
4.    TB (PPD): untuk menentukan pemajanan dan atau penyakit aktif (harus diberikan dengan panel anergi untuk menentukan hasil negative-palsu pada respons defisiensi imun). Pada pasien AIDS, 100% akan memiliki mikobakterium TB positif pada kehidupan mereka bila terjadi kontak.
5.    Serologis:
v  Tes antibody serum: skrining HIV dengan ELISA. Hasil tes positif mungkin akan mengindikasikan adanya HIV tetapi bukan merupakan diagnosa.
v  Tes blot western: mengkonfirmasikan diagnosa HIV.
v  Sel-t limfosit: penurunan jumlah total.
v  Sel-T4 helper (indicator system imun yang menjadi media banyak proses system imun dan menandai sel-B untuk menghasilkan antibody terhadap bakteri asing): jumlah yang kurang dari 200 mengindikasikan respons defisiensi imun hebat.
6.    Tes PHS: pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif.
7.    Tes fungsi pulmonal: digunakan pada deteksi awal pneumonia interstisial
8.    Skan gallium: ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk-bentuk pneumonia lainnya.
9.    Biopsis: mungkin dilakukan untuk diagnosa yang berbeda bagi KS ataupun lesi neoplastiklainnya.
10. Pemeriksaan neurologis, mis. EEG, MRI, skan CT otak, EMG/pemeriksaan konduksi saraf: diindikasikan untuk perubahan mental, demam yang tidak diketahui asalnya dan/atau perubahan fungsi sensori/motor. (Doenges, 2001:836)

F.    Penatalaksaan
1.    Medis:
v  Farmakoterapi:
·     Zidovudine (Retrovir) disebut juga AZT
·     Dideoxynosine (DDI)


·     Dideoxytidine (DDC), disebut juga zalcitabine (menunggu izin oleh Food and Drug administration [FDA])
·     Antibiotic seperti Co-trimoxazole (Sulfamethoxazole) dan trimetoprim (Bactrim, septra), bila jumlah CD4 sel turun di bawah 200/mm3 untuk mencegah Pneumocystis caranii pneumonia (PCP)

2.    Keperawatan:
v  Pantau hasil JDL dan CD4
v  Pantau temperature setiap 4 jam
v  Pelihara kenyamanan suhu kamar, jaga kebersihan dan keringnya kulit
v  Pantau masukan dan haluaran setiap 8 jam
v  Pantau albumin serum dan BUN
v  Pantau persentase makanan yang dimakan setiap makan
v  Berikan hubungan yang mendukung dengan cara: menemani pasien; kesadaran diri tentang sikap, pikiran, perasaan dan minat; bantu pasien untuk mengklarifikasi pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan minat.
v  Kurangi sumber stress, tidur cukup, berhenti merokok, minum alcohol dll (Engram, 1998:680 – 687)

G.    Fokus Pengkajian
1.    Riwayat atau adanya perilaku risiko tinggi:
v  Pasangan sexsual multiple (berganti-ganti pasangan)
v  Laki-laki dengan homosexsual atau bisexsual
v  Penyalahgunaan obat terlarang
v  Hemofilia (penerima factor pembekuan sebelum 1985)

2.    Pemeriksaan fisik dasar pada survey umum dan pemeriksaan laboraturium dapat menunjukkan:
a.    ARC (ditandai 3 tiga gejala dibawah ini)
·         Limfadenopati
·         Candidiasis mulut
·         Jumlah sel CD4 500/mm3 atau kurang
·         Demam intermiten dengan banyak keringat pada malam hari (sering merupakan gejala awal)
·         Diare menetap (terus-menerus)
·         Anoreksia (tidak nafsu makan)
·         Kelelahan terus-menerus
·         Mudah memar dan berdarah (indikasi idiopatik trombositopenia purpura)
·         Penurunan berat badan
·         Ruam pada kulit
·         AIDS disebabkan tumor, missal penyakit kanker pada mulut
b.    AIDS
·         Infeksi oportunistik sepert tuberculosis, Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP) yang ditunjukkan oleh batuk terus-menerus, demam, dan sesak nafas.
·         Sarcoma Kaposi’s (jenis kanker kulit) yang ditunjukkan oleh banyaknya bisul-bisul keungu-unguan dan benjolan pada kulit.
·         Jumlah sel CD4 200/mm3 atau kurang.

c.    Tes diagnostic
·         Infeksi HIV diperkuat oleh tes serologi positif:
      Tes ELISA (Enzim-linked immunosorbent assay)
      Western blot dianggap tes yang lebih spesifik untuk infeksi HIV, dilakukan sama pada specimen darah jika tes ELISA positif (2 kali)
d.    Kaji pengertian kondisi dan respons emosi terhadap diagnosa dan rencana pengobatan. (Engram, 1998:680-681)

H.   Fokus Intervensi
1.    Diagnosa keperawatan: Risiko tinggi terhadap infeksi
Berhubungan dengan factor: penurunan respons imun, kerusakan kulit.
Tujuan: peningkatan respons imun, penyembuhan luka pada kulit
kriteria hasil: temperature dan SDP kembali ke batas normal, keringat malam berkurang, tidak ada batuk, meningkatnya masukan makanan, tercapainya penyembuhan luka atau lesi pada waktunya.
Intervensi:
a.    Pantau:
·         Hasil JDL dan CD
·         Temperature setiap empat jam
·         Status umum setiap delapan jam
Rasionalisasi: data objektif adalah perlu untuk mengevaluasi keefektifan terapi
b.    Berikan obat antibiotic dan evaluasi keefektifannya. Jamin pemasukan cairan paling sedikit dua sampai tiga liter sehari.
Rasionalisasi: antibiotic yang spesifik untuk kuman pathogen diperlukan untuk menangani terjadinya suatu infeksi. Cairan membantu distribusi obat di seluruh tubuh.
c.    Pelihara kenyamanan suhu kamar. Jaga kebersihan dan keringnya kulit.
Rasionalisasi: keringat malam mungkin sumbernya tidak nyaman, terutama bila tidur pakaian basah dan dingin karena keringat. (Engram, 1998:681)
2.    Diagnosa keperawatan: Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
Berhubungan dengan factor: kehilangan yang berlebihan(diarea berat, berkeringat, muntah)
Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi
kriteria hasil: mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, TTV stabil, haluaran urine adekuat secara pribadi.
Intervensi:
a.    Pantau TTV, termasuk CVP bila terpasang. Catat hipertensi, termasuk perubahan postural.
Rasionalisasi: indicator dari volume cairan sirkulasi.
b.    Catat peningkatan suhu dan durasi demam. Berikan kompres hangat sesuai indikasi. Pertahankan pakaian tetap kering. Pertahankan kenyamanan suhu lingkungan.
Rasionalisasi: meningkatkan kebutuhan metabolisme dan diaforesis yang berlebihan yang dihubungkan dengan demam dalam meningkatkan kehilangan cairan tak kasat mata.
c.    Kaji turgor kulit, membrane mukosa, dan rasa haus.
Rasionalisasi: indicator tidak langsung dari status cairan.
d.    Pantau pemasukan oral dan memasukkan cairan sedikitnya 2500ml/hari.
Rasionalisasi: mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mukosa. (Doenges, 2001:838)
3.    Diagnosa keperawatan: gangguan termoregulasi peningkatan suhu tubuh
Berhubungan dengan factor: peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi, penurunan kekebalan tubuh akibat infeksi
Tujuan: suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan
Criteria hasil: tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
Intervensi:
a.    Pantau suhu pasien, perhatikan menggigil/diaforesis
Rasionalisasi: suhu 38,90 – 41,10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu diagnosa.
b.    Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
Rasionalisasi: suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
c.    Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol.
Rasionalisasi: dapat membantu  mengurangi demam. Note: penggunaan air es atau alcohol mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara actual. Selain itu, alcohol dapat mengeringkan kulit.
d.    Berikan anti piretik, misal: ASA (aspirin), asetaminofen (Tylend)
Rasionalisasi: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodestruksi dan sel-sel yang terinfeksi.
e.    Berikan selimut dingin
Rasionalisasi: digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,50 – 400 C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak. (Doenges, 2001:875)
4.    Diagnosa keperawatan: perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Berhubungan dengan factor: tidak adekuatnya pemasukan nutrisi sebagai factor sekunder AIDS pada system pembuangan (GI), nyeri lesi dimulut.
Tujuan: status nutrisi yang adekuat
Criteria hasil: tidak ada penurunan BB lebih lanjut, hasil laboraturium keseimbangan nitrogen positif dan albumin serum sampai kebatas normal, lemah dan letih berkurang.
Intervensi:
a.    Pantau masukan dan haluaran setiap 8 jam serta Pantau albumian serum dan BUN. Pantau persentase makanan yang dimakan setiap makan.
Rasionalisasi: untuk mengenal indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
b.    Jika cairan diare berlebihan, pertahankan puasa dan pengobatan, terutama infus NPL, berikan obat-obat anti diare dan evaluasi keefektifannya.
Rasionalisasi: diare sering disebabkan oleh protozoa (cryptosporidium) yang menyerang lapisan epitel, menyebabkan meningkatnya produksi gas dan banyak cairan masuk kedalam usus. Pasien bila kehilangan cairan 10 liter/hari karena diare, berhentinya defekasi karena pengobatan yang efektif.
c.    Rujuk ke ahli diet untuk membantu memilih dan merencanakan makanan untuk kebutuhan nutrisi.
Rasionalisasi: ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat membantu pasien dalam perencanaan menu dan kebutuhan nutrisi untuk kondisi sekarang. (Engram, 1998: 683)
5.    Diagnosa keperawatan: penurunan harga diri
Berhubungan dengan factor: biofisik, psikososial, persepsi kognitif, merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan.
Tujuan: menunjukkan pandangan yang realistic dan pemahaman diri dalam situasi
Kriteria hasil: mengenali dan memasukkan perubahan ke dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa mengabaikan pemahaman diri, mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri.
Intervensi:
a)    Tanyakan dengan nama apa pasien ingin dipanggil
Rasionalisasi: Menunjukkan kesopan-santunan/penghargaan dan pengakuan personal
b)   Dengar dengan aktif masalah dan ketakutan pasien
     Rasionalisasi: menyampaikan perhatian dan dapat dengan lebih efektif mengidentifikasi kebutuhan dan masalah dan juga strategi koping pasien dan seberapa efektif. Memberi kesmpatan untuk meniru dan memulai proses memecahkan masalah.
c)    Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang dikatakannya
     Rasionalisasi: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi atau gaya hidup.
d)    Berikan hubungan yang mendukung: menerima pasien; kesadaran diri tentang sikap, pikiran, perasaan dan minat; Bantu pasien untuk mengklarifikasi pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan minat dengan jujur dan proyeksi tanpa sikap menilai.
Rasionalisasi: sikap, pikiran dan perasaan pemberi perawatan mempengaruhi kualitas hubungan perawat pasien. (Deonges, 2001:889)
6.    Diagnosa keperawatan: intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan factor: penurunan kekuatan/ketahanan, nyeri, mengalami keterbatasan aktivitas.
Tujuan: mampu melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Criteria hasil: menunjukkan tekhnik/perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas, peningkatan kekuatan otot, kenyamanan kerja/aktivitas
Intervensi:
a)    Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan yang tenang, missal batasi pengunjung sesuai keperluan.
Rasionalisasi: meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas dan posisi duduk tegak diyakini menurunkan aliran tekanan darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati.
b)   Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
Rasionalisasi: meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
c)    Tinkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif/aktif.
Rasionalisasi: tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang menganggu periode istirahat.
d)    Dorong penggunaan teknik manajeman stess, contoh relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton TV, radio, membaca.
Rasionalisasi: meningkatkan relaksasi dan penghematan energi , memusatkan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan koping.
e)    Berikan obat sesuai indikasi: sedative, agen antiansietas. Contoh, diazepam (valium); lorezepam (ativan)
Rasionalisasi: membantu dalam menajeman kebutuhan tidur,. Catatan: penggunan barbiturate dan tranquilizer seperti compazine dan thorazine, dikontraindikasikan sehubungan dengan efek hepatotoksik. (Doenges, 2001: 536)  


DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, KG. 2000, Immunologi, Edisi 4, FKUI, Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, alih bahasa, I Made Kariasa, EGC, Jakarta
Engram, Barbara. 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, alih bahasa, Suharyati Samba, EGC, Jakarta
Mansyur. 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar