4.4.12

ASUHAN KEPERAWATAN HYPERSENSITIVITAS


HYPERSENSITIFITAS


I.       PENGERTIAN
Hipersensitifitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehigga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
Hipersensitifitas yaitu respon atau reaksi imun berlebihan atau tidak terkontrol.

II.    KLASIFIKASI
  1. Reaksi Hypersensitifitas Tipe I
  2. Reaksi Hypersensitifitas Tipe II
  3. Reaksi Hypersensitifitas Tipe III
  4. Reaksi Hypersensitifitas Tipe IV

III. MANIFESTASI KLINIS
A.    Reaksi Hypersensitifitas Tipe I
Reaksi tipe I disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafelaksis atau reaksi alergi, timbul segera sesudah badan terpejan dengan allergen. Bila antigen khususnya allergen berikatan dengan molukel igE yang sebelumnya telah melekat pada permukaan mastosit atau basofil, maka hal itu akan menyebabkan dilepaskanya berbagai mediator oleh mastosit dan basofil yang secara kolektif mengakibatkan peningkata permeabilitas kapiler, vaso dilatasi, kontraksi otot polos bronchus dan saluran cerna serta inflamasi local. Reaksi ini disebut reaksi Hyperensitifitas Tipe segera karena terjadi sangat cepat, yaitu hanya beberapa menit setelah paparan. Dalam bentuk sisteik ekstrem, yang di kenal dengan reaksi anafelaksis, mediator yang di hasilkan oleh mastosit dan basofil dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas hingga asfiksi atau menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan berakibat kematian.
Individu ang menunjukan untuk reaksi Hypersensitifitas tipe segera disebut individu atopik dan biasanya menunjukan reaksi alergi segera setelah terpapar pada antigen lingkungan. Urutan kejadian tipe I :
1.      Fase Sensitasi yaitu waktu yang di butuhkan untuk pembentukan igE sampai diikatya oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit dan basofil.
2.      Fase Aktifasi yaitu waktu selama erjadi pajanan ulang dengan antigen yang spesifik, mastosit melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3.      Fase Efektor yaitu waktu terjadi respon yang kompleks ( anafilaksis ) sebagai efek bahan – bahan yang di lepas mastosit dengan aktivitas farmakologik.
Penyakit yang timbul segera setelah tubuh terpajan dengan allergen yaitu : Asma Bronchial, Rhinitis, Dermatitis.

B.     Reaksi Hypersensitifitas Tipe II
Reaksi Tipe II disebut juga reaksi sistolik, terjadi karena di bentuknya antibody jenis igG atau igM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Antibody tersebut dapat mengaktifkan sel K yang memiliki reseptor fc sebagai efector Antibody Dependen Celluler Cytotociti ( ADCC ). Selanjutnya ikatan antigen – antibody dapat mengakibatkan komplemen yag melalui receptor c3b memudahkan fagositosis dan menimbulkan lisis.
Pada reaksi tipe II antibody dalam serum bereaksi dengan antigen yang berada pada permukaan suatu sel atau yang merupakan komponen membrane sel tertentu yang menampilkan antigen bersangkutan, contoh reaksi tipe II adalah destruksi sel darah merah akibat reaksi tranfusi, penyakit anemia hemalitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan pada penyakit auto imun.

C.     Reaksi Hypersensitifitas Tipe III
Reaksi tipe III di sebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen – antibody ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi atau dinding pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen. Antibody disini jenisnya igM atau igG. Antige dapat berasal dari infeksi kuman pathogen yang paristen, bahan bahan yang tehirup, da dari jaringan sendiri. Infeksi dapat di sertai dengan antigen dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tanpa adanya respon antibody yag efektif, keadaan imuno patoogik akibat pembetukan komplek imun dalm garis besar dapat di golongkan dalam 3 golongan :
1.      Dampak kombinasi infeksi kronis yang ringan dengan rspon antibody yang lemah, menimbulkan pebentukan komplek imun kronis yang dapat mengendap di berbagai jaringan.
2.      Komplikasi dari penyakit autoimun dengan pembentukan auto antibody secara terus menerus yang berkaitan dengan jaringan sel F.
3.      Kompleks imun terbentuk pada permukaan tubuh, misalnya dalam paru – paru, akibat terhirupnya antigen secara berulang kali.
Kelainan setempat berupa infiltrasi hebat, yaitu agregasi trombosit dan vasodilatasi yang kemudian menimbulkan eritema dan edema, yang disebut reaksi arthus. Faktor yang mempengaruhi :
1.      Ukura komplek imun
2.      Kelas Imunoglobulin
3.      Aktifasi komplemen
4.      Permeabilitas pembuluh darah
5.      Proses Hemodinamik

D.    Reaksi Hypersensitifitas Tipe IV
Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitifitas lambat, cellmediated immunity ( CMI ). Delayed Type Hipesensitifity ( DTH ) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24jam setelah tubuh terpejan antigen.
Reaksi ini terjadi karena respon sel T yang sudah disensitasi terhadap antigen tertentu. Sel T melepaskan limfokin, antara lain Macrophage Inhibition Factor ( MIF ) dan Macrophage Activation Factor ( MAF ). Macrophage yang di aktifkan dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
Jenis Hypersensitfitas Tipe lambat :
1.      Reaksi Kontak
Di tandai dengan reaksi eksim pada tempat terjaisnya kontak dengan allergen yang berupa hapten. Gejala pertama reaksi dapat terlihat setelah 4 – 8 jam dan mencapai puncak nya dalam 48 – 72 jam. Gejala awal menunjukan sel mononuclear sekitar kelenjar penuh, sebasa folikel, dan pembuluh darah yang mulai menginfiltrasi epidermis.
2.      Reaksi Tuberculin
Reaksi tuberculin juga mencapai puncak nya 48 – 72 jam setelah pemaparan, reaksi ini dapat diikuti dengan reaksi yang lebih lambat yang di tandai dengan agresi dan poliferasi makrofag membentuk granuloma yang menetap selama beberapa minggu.
3.      Reaksi Granuloma
Reaksi granuloma merupakan bentuk reaksi hypersensitifitas jenis lambat yang paling penting karena dapat menyebabkan berbagai keadaan patologis pada penyakit yang melibatkan respon imun sellular. Reaksi ini terjadi karena makrofag tidak mampu menyingkirkan mikroorganisme atau partikel yang ada di dalam nya, sehingga partikel menetap.

IV. FOKUS PENGKAJIAN
A.    Aktifitas / Istirahat
1.      Tanda :
a.       Takikardia / Takipnea, dipsnea pada bekerja atau istirahat.
b.      Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.
c.       Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
d.      Ataksia, tubuh tidak tegak
2.      Gejala :
a.       Letih, lemah, malaise umum
b.      Kehilangan produktivitas, penurunan semangat kerja.
c.       Toleransi terhadap latihan rendah
d.      Kebutuhan istirahat dan tidur lebih banyak.

B.     Sirkulasi
1.      Tanda :
a.       TD : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural.
b.      Distritmia : Abnormalitas EKG
c.       Bunyi jantung murmur sistolik.
d.      Ekstrimitas ( warna ) : pucat pada kulit dan membrane mukosa.
e.       Pengisian kapiler melambat
f.       Kuku mudah patah
g.      Rambut : Kering, mudah patah, menipis, tumbuh uban secara premature.
2.      Gejala :
a.       Riwayat kehilangan darah kronik, missal : menstruasi berat, angina
b.      Riwayat endokarditis infeksi kronik
c.       Paloitas ( Takikardi kompensasi )

C.     Integritas Ego
1.      Tanda        : Depresi
2.      Gejala        : Keyakinan Agama atau budaya mempengaruhi pilihan pengobatan

D.    Eliminasi
1.      Tanda  : Distensi abdomen
2.      Gejala :
a.       Riwayat pilonefritis gagal ginjal
b.      Flatulen, sindrom malabsorbsi
c.       Hematemesis, feces derngan darah segar, melena
d.      Diare atau konstipasi
e.       Penurunan haluaran urine

E.     Makanan & Cairan
1.      Tanda :
a.       Lidah tampak merah
b.      Membrane mukosa kering, pucat.
c.       Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut / elastisitas menurun.
d.      Stomatitis dan glositis.
e.       Bibir : Selitis, missal ; inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah.
2.      Gejala :
a.       Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah
b.      Nyeri mulut / lidah, kesulitan menelan
c.       Mual / muntah, dyspepsia, anoreksia
d.      Penurunan berat badan



F.      Higiene

G.    Neurosensori
1.      Tanda :
a.       Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis.
b.      Mental ;tak mampu berespon lambat dan dangkal
c.       Oftalmik : hemoragis retina
d.      Epistaksis : perdarahan dari lubang – lubang
e.       Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar dan posisi paralysis
2.      Gejala :
a.       Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, trinitus, ketidak mampuan berkonsentrasi, insomnia, penurunan penglihatan, bayangan pada mata.
b.      Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah, parestesia kaki / tangan.
H.    Nyeri

I.       Pernafasan
1.      Tanda : Takipnea, otopnea, dispnea
2.      Gejala : Riwayat TB, abses paru.

J.       Seksualitas
1.      Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat
2.      Gejala :
a.       Perubahan aliran menstruasi
b.      Hilang libido
c.       Impotent

V.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.    Jumlah darah lengkap
B.     Jumlah eritrosit
C.     Jumlah retikulosit
D.    Jumlah trombosit
E.     Hb
F.      Bilirubin serum
G.    Folat serum & vit. B12
H.    Besi serum
I.       Feritin serum
J.       LDH serum
K.    Tes schilling
L.     Analisa gaster
M.   Pemeriksaan endoskopik dan radiografik

VI. FOKUS INTERVENSI
A.    Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen.
1.      Tujuan dan Kriteria hasil : menunjukan perfusi adekuat.
2.      Intervensi :
a.       Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler warna kulit / membrane mukosa, dasar kuku
Rasional :Memberikan informasi tentang derajad / keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi
b.      Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
Rasional    :Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan selular
c.       Awasi pernafasan
Rasional    :Dispnea, gemericik menunjukan GJK karena regangan jantung lama / peningkatan kompensasi curah jantung
d.      Pantau keluhan nyeri dada
Rasional    :Iskemia selular mempengaruhi jaringan miokardial / potensial resiko infark
e.       Kaji respon verbal melambat
Rasional    :Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau difisiensi vit.B12
f.       Catat keluhan rasa dingin
Rasional    :Vaso kontriksi menurunkan sirkulasi perifer
g.      Hindari pemakaian bantalan penghangat
Rasional    :Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan Oksigen
h.      Kolaborasi

B.     Intoleransi aktifitas berhubunhan dengan ketidak seimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan.
1.      Tujuan dan Kriteria hasil : Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas, menunjukan penurunan tanda fisiologis inplerasi
2.      Intervensi :
a.       Kaji kemampuan klien melakukan tugas
Rasional    :Mempengaruhi pilihan intervensi
b.      Gaji gangguan kelemahan otot
Rasional    :Menunjukan perubahan neurology karena defisiensi Vit.B12
c.       Awasi vital sign
Rasional    :Manifestasi kardiopulmonal untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
d.      Berikan lingkungan tenang
Rasional    :Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru
e.       Ubah posisi Klien
Rasional    :Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, peningkatan resiko cidera
f.       Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, nafas pendek, pusing terjadi
Rasional    :Regang / stress kardiopulmonal berlebihan / stress dapat menimbulkan dekompensasi / kegagalan

C.     Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan.
1.      Tujuan dan Kriteria hasil   : Menunjukan peningkata berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal
2.      Intervensi  :
a.       Kaji riwayat nutrisi
Rasional    :Mengidentifikasi defisiensi
b.      Timbang berat badan tiap hari
Rasional    :Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas intervensi nutrisi
c.       Berikan makanan sedikit frekuensi sering
Rasional    :Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster
d.      Observasi kejadian mual / muntah
Rasional    :Gejala GI dapat menunjukan efek anemia pada organ
e.       Bantu Hygiene mulut
Rasional    :Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemumgkina infeksi
f.       Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional    :Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan
g.      Pantau pemeriksaan Laboratorium
Rasional    :Meningkatkan efektifitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang di butuhkan

D.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist
1.      Tujuan dan Kriteria hasil :Mempertahankan integritas kulit, mengidentifikasi factor resiko
2.      Intervensi  :
a.       Kaji integritas kulit
Rasional    :Kondisi kulit di pengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, imobilisasi
b.      Ubah posisi klien secara periodic
Rasional    :Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan
c.       Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun
Rasional    :Area lembab terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik
d.      Bantu pasien latihan rentan gerak pasif dan aktif
Rasional    :Meningkatkan sirkulasi jaringan , mencegah stasis
e.       Gunakan alat pelindung
Rasional    :Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah / menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit

E.     Infeksi berhubungan dengan penurunan sekunder tidak adekuat
1.      Tujuan dan Kriteria hasil   :Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi, meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainage atau eritema dan demam
2.      Intervensi  :
a.       Tingkatkan cuci tangan yang baik
Rasional    :Mencegah kontaminasi silang bakteri
b.      Pertahankan teknik anti septic ketat pada prosedur perawatan luka
Rasional    :Menurunkan resiko kolonisasi / infeksi bakteri
c.       Berikan perawatan kulit
Rasional    :Menurunkan resiko kerusakan kulit / jaringan dan infeksi
d.      Atur perubahan posisi
Rasional    :Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan mambantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumunia
e.       Berikan intake cairan yang adekuat
Rasional    :Membantu dalam pengenceran secret pernafaan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh
f.       Batasi pengunjung
Rasional    :Membatasi pemajanan pada bakteri
g.      Pantau suhu
Rasional    : Adanya Inflamasi / infeksi membutuhkan evaluasi / pengobatan
h.      Amati eritema/ cairan luka
Rasional    :Indikator infeksi lokal
i.        Berikan anti septic topical, anti biotk istemik
Rasional    :Mungkin digunakan secara propilatik untuk menurunkan kolonisasi untuk pengobatan proses infeksi local







Sumber            :

1.            Baratawidjaja, Karnen Garne. 2000. IMUNOLOGI DASAR: Jakarta: FKUI
2.            Doenges, Marylin E. 1999. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN, edisi 3.Jakarta: EGC
3.            Kresno,Siti Boedina. 2001. Imunologi: Diagnosis dan prosedur Laboratorium,edisi 4. Jakarta: FKUI
4.            Mansjoer, KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, edisi 3, jilid penerbit Media Aesculapius, Jakarta: FKUI
5.            Tucker, S. M.dkk.1998. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN,edisi 5. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar